Domestikasi Itik
Bagaimana dengan itik? Itik mempunyai sejarah domestikasi
vniij panjang, dan dipelihara di zaman kuno Mesir, Mesopotamia, Cina dan Kerajaan Roma. Akan tetapi, produksinya sekarang
trikonsentrasi di Cina, yang mempunyai 70% populasi itik domestikasi
diuihi. Penghasil utama yang lain adalah Vietnam, Indonesia, India,
I IiilIand, dan negara Asia Tenggara lainya.
Di antara negara Eropa, Prancis dan Ukraina mempunyai jumlah itik yang besar.
Breed itik (tidak termasuk entok) menyumbang 11% dan seluruh jumlah breed unggas dunia yang terdata. Itik didomestikasi dengan berbagai macam cara diantaranya dengan mengambil telur itik dan dierami
nlrli ayam, menangkap anak itik dan dijinakkan ataupun dengan
eiirnangkap itik yang telah besar dan dikurung sehingga menjadi
)jinak.
Penyebaran itik tergolong sangat luas karena itik dapat hidup
normal di daerah subtropis maupun daerah tropis. Itik liar bisa
IriIrnigrasi sampai ke Afrika (Jtara dan Asia seperti Indonesia,
MiInysia, Filipina dan Vietnam.
Penyebaran itik ke berbagai tempat
karena itik bersifat aquatik (hidup di air). Selain itu, dalam hal makanan mereka bersifat omnivorus yaitu pemakan segala, mulai
kin biji-bijian, rumput-rumputan, umbi-umbian dan bahan makanan
yang berasal dan hewan.
Sifat khas Iainnya dan itik adalah kakinya relatif pendek dibanding ukuran tubuhnya, di antarajani kaki terdapat sejenis selaput yang membantunya berenang serta bulunya tebal dan
berminyak yang berfungsi menghalangi air masuk ke permukaan
tubuhnya.
Dengan sifat seperti mi, meskipun sudah dijinakkan, itik
cenderung menyukai hidup di air.
Di Indonesia, itik pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang
India pada abad VII, terutama di wilayah Pulau Jawa.
Orang-orang
India tersebut merupakan ahli bangunan yang sengaja didatangkan
oleh Raja Syailendra untuk membangun candi-candi Hindu dan Budha
di Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa motivasi ritual keagamaan
yang mendorong mereka mengembangakan itik di Indonesia. Bukti
masih dapat dilihat dalam berbagal upacara keagamaan yang ada
di Bali, yakni itik dijadikan sebagai salah satu bahan perlengkapan
sesaji.
Agak sulit untuk menelusuri dan mengindentifikasi keturunan
atau galur itik yang ada di Indonesia. Menurut Soedjai (1973), itik
lokal atau itik ash Indonesia disebut oleh orang Belanda sebagai
Indische Loopeend. Nama mi diberikan karena jika ternak mi berdiri
atau berjalan maka tubuhnya tidak membentuk horizontal melainkan
mendekati vertikal dan sifat mi yang membedakan itik ash Indonesia
dan bangsa itik lain.
Sejarah pemeliharaan atau keberadaan itik di Indonesia sudah
ribuan tahun. Hal mi ditunjukan dengan ditemukannya fosil (carving
depicting duck) di situs candi Hindu di Jawa Tengah yang dibangun
Iebih dan 2000 tahun yang lalu. Berdasarkan catatan Robinson,
itik Indonesia kemungkinan terbentuk dan itik yang sekarang
menghasilkan bangsa itik yang berproduksi tinggi di Eropa seperti
Indian Runner dan Khaki Campbell.
Penyebaran ternak itik sangat pesat, terutama pada jaman
keemasan Majapahit yang menjadi awal permulaan penyebaran
dan pengembangan ternak itik di wilayah lain Indonesia seperti
Kahimantan Selatan, Sumatera, Sulawesi dan Bali.
Selain bangsa
India, pemerintah kolonial Belanda juga tercatat memiliki andil dalam
penyebaran itik di Indonesia melalui kuli-kuli kontldk yang bekerja dan
tinggal di Sumatera pada tahun 1920, khususnyci dl Dacrah Deli dan
Lampung. Saat ini ternak itik banyak terpusat berapa daerah
seperti Sumatera (Nangroe Aceh Darusalam, Suinalera Utara, dan Itik merupakan unggas air, karena sebagian kehidupannya dilakukan di tempat yang berair.
Hal ini ditunjukkan dan struktur fisik seperti selaput jan dan paruh yang lebar dan panjang. Selain bentuk fisik dapat juga dilihat bahwa keberadaannya di muka bumi mi, dimana itik kebanyakan populasinya berada di daerah dataran rendah, yang bayak dijumpai di rawa-rawa, persawahan, muara sungai.
Daerahi
lwiah seperti mi dimanfaatkan oleh itik menjadi tempat bermain
aIin mencari makan. Sebab itu itik meskipun sudah dijinakican, ungas mi cenderung lebih senang hidup dekat dengan air karena sifatnya yang akuatik.
Selain itu itik tergolong pemakan biji-bijian, umbii-umbian, serangga dan binatang kecil. Paruhnya yang lebar tertutup selaput yang peka, dengan pinggiran paruh yang merupakan plat bertanduk membuat itik mudah mencani makan di lingkungan tanah sawah, rawa, dan sungai.
Bulu itik berbentuk konkaf dan tebal menghadap ke tubuh. Bulu itu berminyak sehingga bila itik sedang berada di air, bulu itu akan berdaya guna menghalangi masuknya air
I menghambat rasa dingin.