Meningkatnya Permintaan Belut di Berbagai Negara

Permintaan Belut yang terus meningkat. Kondisi ini juga di tengari oleh terus meningkatnya jumlah produk dunia serta meningkatnya kesadarn masyarakat akan pentingnya asupan gizi yang sehat.

Dari beberapa sumber baik cetak maupun elektronik, kebutuhan belut diketahui terus meningkat. Tidak kurang dari 5.000 ton kebutuhan belut di dunia harus di penuhi setiap minggunya, Jepang adalah Negara nomer satu dunia dengan mayoritas penduduk gemar menyantap belut.

Diperkirakan jepang membutuhkan pasokan sekitar 1.000 ton belut perminggu baik berupa belut segar maupun belut beku. Negara konsumen selanjutnya di susul oleh Cina, Taiwan, Korea, Malaysia dan Singapura.

Beberapa negara di Eropa dan Timur Tengah juga tercatat sebagai negara negara yang membutuhkan pasokan belut, Sementara itu di Indonesia Khususnya Jakarta permintaan belut juga meningkat. 

Untuk asumsi sederhananya, jika setengah persen saja dari penduduk jakarta yang kurang lebih 15 juta jiwa mengkonsumsi 100 g belut setiap harinya, diperkirakan Jakarta membutuhkan pasokan belut sebanyak 7,5 ton per hari.


Di indonesia, meningkatnya permintaan akan komoditas belut belut tersebut masih belum mampu di imbangi dengan produksinnya. Oleh karena itu tidak heran jika belut memang tidak mudah di jumpai di pasar pasar setiap harinya, khususnya di pasar ibu kota. Hal tersebut juga terjadi di daerah Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi.

Kelangkaan tersebut membuat para pedagang tidak dapat meengandalkan belut sebagai dagangan utama yang bisa secara rutin di jul setiap hari, melainkan hanya dijadikan sebagai komoditas selingan saja. Hal inilah yang membuat harga pasaran belut meroket.

Sampai tahun 1979 belu masih banyak dihasilkan dari tangkap alam, Eksploitasi belut besar besaran menjadi penangkapan tidak selektif sehinga populasi belut di alam semakin menurunsecara drastis.


Populasi belut yang berkurang di habitatnya juga berkorelasi dengan bertambahnya populasi penduduk, Hal ini di sinyalir karena adanya alih fungsi lahan, 

Misalnya dari daerah sawah atau rawa menjadi pemukiman. Hal tersebut tentu mempengaruhi hasil tangkap alam. Kini populasi belut di perkirakan hanya tinggal sekitar 10%  dari populasi dua puluh tahun yang lalu. Padahal sampai saat ini baik lokal maupun ekspor terus melambung. 

Berdasarkan data yang ada, permintaan kiriman belut dan negara negara Asia Timur dan Eropa terus meningkat. Hal ni tentu merupakan peluang bagi Indonesia yang iklimnya sangat cocok untuk budidaya belut.

Dengan demikian, diharapkan ke depannya komoditas belut mampu mendatangkan devisa yang cukup besar Namun, bagaimana cara merebut peluang usaha tersebut? 

Tentu tidak bisa hanya mengandalkan tangkapan alam dan teknik budidaya yang konvensional karena kenyataannya hal mi menyebabkan ketidakseimbangan antara hash produksi dengan jumlah
permintaan di pasar dan bisa dipastikan ketersediaan belut di pasaran pun menjadi cukup langka dan berharga cukup mahal.

Untuk itu, perlu ada terobosanterobosan baru dalam hal budidaya belut sehingga produksinya
bisa terus ditingkatkan hingga ke tingkat nasional ataupun internasional. Saat mi Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi telah melakukan penelitian dan pengembangan mengenai teknik budidaya belut. 

Selain itu, ada beberapa pihak swasta, baik perorangan maupun skala perusahaan yang juga telah mencoba mengambil peluang untuk membudhdayakan belut, Dalam beberapa percobaan yang telah dilakukan sejak tahun 2008, belut ternyata dapat hidup dan bahkan tumbuh besar di media air bening tanpa lumpur Metode tersebut memungkinkan pembudidaya untuk meningkatkan jumlah belut yang dibesarkan hingga 50 kali lipat. 

Selain itu, terdapat kelebihan Iainnya berupa mudah dalam pengontrolan dan meminimalkan
kanjbalisme Namun, budidaya tersebut belum diujikan pada tahap pembibi-tannya karena masih terbatas pada pembesarannya saja. 

Kalangan perorangan biasanya mencoba dalam skala kecil yang terdini dan satu atau beberapa kolam atau menggunakan media lain seperti drum, plastik, atau bak semen dan memanfaatkan lahan-lahan sisalsempft seperti pekarangan rumah. 

Kalangan perorangan tersebut biasanya merupakan hobiis yang bertujuan menyalurkan hobi dan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Sementara bagi skala perusahaan, teknik budidayanya cenderung berskala lebih besar dan tentu melibatkan biaya yang cukup besar dalam pengelolaannya agar keuntungan yang besar pun bisa diraih.